Cerpen Misteri : Kejutan Terakhir
Aku terbangun dari tidurku karena
gemercik air mengenai wajahku, saat aku melihat jam sekarang baru pukul 1
malam, aku ingin kembali tidur saat aku menarik selimutku kembali tiba-tiba
sebuah kertas kecil menempel di selimutku, kertas itu bertulis:
Halo Nadia! Maukah kamu menolong
Mama? Coba kamu ke rak buku di ruang tengah sekarang dan coba kamu ambil buku
Mama yang berjudul ‘Sepasang Mata Merah’ lalu kamu kasih ke kamar Mama, Terima
kasih, sayang!
“Aduh Mama ada-ada saja, kenapa
Mama tidak ambil sendiri? Huh aku baru tau Mama punya buku horror seperti itu,”
ucapku malas, tetapi aku kerjakan perintah Mama tadi walaupun sedikit
berlebihan memakai surat segala.
Aku membuka pintu kamar Mama karena
ingin mengembalikan buku itu, tiba-tiba Papa dan Mama tidak ada di dalam kamar
aku menemukan surat lagi di gagang pintu kamar Mama yang berisi:
Kamu pasti bingung Mama pergi
kemana, bagaimana kamu sekarang ke dapur lalu masak telur dadar buatanmu yang
sangat disukai Nenek, karena Nenek sebentar lagi akan datang, kerjakan
sekarang!
Dengan kesal aku membanting buku
itu, tiba-tiba di dalam buku itu ada pisau jatuh berlumuran darah, jantungku
berdetak kencang karena aku takut Papa dan Mama kenapa-napa. Aku bergegas masak
ke dapur, saat telur itu jadi aku langsung meletakannya di piring dan
menaruhnya di meja makan. Seorang wanita tua yang wajahnya tertutup rambut
putihnya itu lewat lalu ia langsung berlari ke tangga dan naik ke atas.
“Itu siapa? Apakah itu Nenek? Katanya
Nenek akan datang nanti, tetapi kenapa ia berlari dan berkeliaran sekeliling
rumah tengah malam ya?” kataku berbicara sendiri,
Di kursi meja makan ada surat lagi
yang berisi:
Terima kasih Nadia, apakah kamu
barusan melihat seorang wanita tua berjalan ke atas? Coba kamu ikuti dia!
Lagi-lagi aku harus mengikuti
perintah surat dari Mama itu, dan aku menuju atas. Saat aku melirik keluar
jendela dekat tangga rumahku, wanita tua yang wajahnya tertutup rambutnya itu
ternyata ada di luar sambil mencakar-cakar jendela rumahku. Tadi kan ia ke
atas? Mungkin ia lewat tangga lainnya, aku coba ke luar saat aku ke luar tidak
ada siapa-siapa. Malah, ada sepucuk surat dari Mama lagi yang berisi:
Mama sayang padamu! Pergilah,
disini tidak aman nak! Mama ingin bertemu Nadia lagi!
Aku bingung apa maksud surat yang
ditulis oleh cat air merah itu, mungkin Mama ingin memberikan kejutan kepadaku?
Aku pergi dari tempat itu dan kembali ke dalam. Saat aku naik ke atas, aku
bertemu wanita itu yang barusan menempelkan sepucuk surat di pintu kamar Kak
Sabrina yang berisi:
Masuk ke kamar Kak Sabrina, coba
kamu ambil setangkai bunga mawar di dalam sana dan bawalah sampai rantai surat
ini berakhir
Aku segera masuk ke kamar Kak
Sabrina dan aku menemukan setangkai bunga mawar di meja rias Kak Sabrina, saat
aku melihat kaca ada seorang gadis sedang menyisir rambutnya.
“Nadia, rambut Kakak indah kan?
Tolong sisirkan rambut Kakak untuk terakhir kalinya sayang, Nadia Kakak selalu
menyayangimu,” ucap gadis itu, dari suaranya mirip Kak Sabrina. Aku tersentak
kaget dan membaca do’a agar tidak ada makhluk gaib menggangguku, saat aku
melihat ke belakang ternyata tidak ada siapa-siapa.
Ah mungkin itu hanya halusinasiku,
batinku, aku langsung ke luar kamar dan mencari surat selanjutnya. Tiba-tiba
kedua adik kembarku Vianna dan Vionna berlarian di hadapanku ia bermain sangat
gembira dan mereka terlihat sangat bahagia.
“Via, Vio, kalian kok belum tidur?
Nanti dimarahin Mama lho!” kataku mengingatkan mereka berdua.
“Ayo Kak Nadia, ikutan main!
Hahaha!” tawa mereka yang masih berlari-larian dengan sangat riang.
Aku melihat kertas kecil di dekat
tangga menuju balkon, aku membaca isi kertas itu. Kertas itu berisi:
Sekali lagi nak coba kamu naik ke
atas dan kamu lihat ada apa gerangan? Hihihi, anak Mama pintar bisa melanjutkan
petualangan surat ini!
Aku begitu penasaran, saat aku
ingin membuka pintu balkon, “NENG NADIA!” panggil seseorang dari bawah, aku
langsung menghentikan langkahku dan menuju ke seseorang yang memanggilku itu.
“Bibi Sumiah? Ada apa? Loh kok Bibi
menangis?” kataku bingung melihat pembantu rumah tangga-ku itu menangis.
“Apakah kamu habis menyelesaikan
petualangan surat dari Mama? Dan sudah sampai balkon?” tanya Bi Sumiah sambil
terisak.
“Belum Bi, kan tadi Bibi
menghentikanku memang kenapa?” tanyaku sangat bingung.
“Hiks, coba kamu lihat ke balkon
sekarang!” perintah Bibi, aku langsung berlari menuju balkon dengan perasaan
gembira dan terkejut aku melihat banyak sekali bunga dan lampu yang dihias
disana, ada sebuah bunga yang dirangkai menjadi tulisan ‘HAPPY BIRTHDAY NADIA!’
sangat besar, aku sangat bahagia menerima kejutan ini. Tetapi ada sesuatu yang
kurang,
“Bi, Mama, Papa, Kak Sabrina,
Vianna, dan Vionna mana? Kok mereka tidak ada?” tanyaku bingung.
“Hiks, Bibi sedih neng Bibi sedih,”
jawab Bibi yang duduk sambil mengeluarkan air matanya itu.
“Ada apa, Bi? Bibi ada masalah?
Coba cerita dulu ke Nadia,” kataku memegang tangan Bibi yang terlihat sangat
sedih.
“Papa, Mama, Kak Sabrina, Vianna,
dan Vionna mereka…”
“Kenapa Bi?” tanyaku penasaran.
“Meninggal dunia, tadi seorang
penjahat membunuh mereka menggunakan golok tanpa sebab dan polisi sudah
menemukan mereka semua,” jelas Bi Sumiah dengan sangat sedih.
“BIBI SERIUS??? BI? INI BUKAN
SAATNYA BERCANDA BI!” kataku kaget, air mata langsung keluar dari mataku.
“Iya neng, saat neng masih tidur
dan Bibi saat baru pulang dari supermarket. Tadi permintaan terakhir Mama, Mama
mau neng menyelesaikan surat buatan Mama itu coba neng lihat surat terakhir di
kursi yang diukir oleh mereka tadi sekitar jam 9” kata Bibi menunjuk ke sepucuk
surat terakhir. Surat itu berisi:
Selamat ulang tahun Nadia sayangku!
Semoga kamu makin sehat, pintar, dan segalanya. Satu lagi semoga kita semua
bisa bersama selamanya!
Seketika air mata membasahi pipiku,
“Kenapa waktu begitu cepat? Mengapa
saat pembunuhan berlangsung aku tidak dibunuh juga? Mama, Papa, Kak Sabrina,
Vianna, Vionna, aku sayang kalian semua selamanya” kataku memeluk dan mengecup
foto kami saat masih berkumpul dan bersama.
Kebahagiaan cepat berlalu, terima
kasih atas kejutan kalian untuk ulang tahunku walaupun kalian lebih bahagia
disana. Bibi menghampiriku dan memelukku dari belakang.
“Bi, Nadia mau tanya” kataku sambil
menghapus air mataku.
“Tanya apa, sayang?” kata Bibi yang
juga menghapus air matanya.
“Kan kata Bibi pembunuhan tadi
pakai golok tetapi kenapa tadi di kamar Mama aku menemukan sebuah pisau? Lalu
tadi nenek yang menunjukkan arah kepadaku siapa yang tadi naik ke atas tangga?”
tanyaku bingung.
“Wanita tua itu Bibi neng, karena
Mama juga mau Bibi ikut menyamar” jelas Bibi Sumiah.
“Hm, Bibi kan tadi naik ke atas
kenapa tadi tiba-tiba Bibi muncul di jendela luar dan meninggalkan sepucuk
surat pakai tinta merah dan menyuruhku pergi? Lalu tadi di kamar Kak Sabrina
yang sedang menyisir rambut siapa, Bi? Apakah teman Bibi ikut dalam rencana
ini?” tanyaku semakin bingung.
“Wah kalo soal itu Bibi tidak tahu,
neng” kata Bibi, aku terdiam sangat bingung.
Lalu kenapa ada pisau di kamar Mama
tadi? Siapa wanita tua yang diluar itu? Dan siapa yang sedang menyisir di kamar
Kak Sabrina tadi? Aku kira itu teman Bibi ternyata bukan, lalu mereka semua
siapa?
Cerpen
Karangan: Rafael Fachri Ervinsyah
Komentar